Asas Kepastian Hukum


Prinsip Penyelenggaraan Pemerintah Yang Baik
Sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999
(Asas Kepastian Hukum)
A.      PENDAHULUAN
Keberadaan asas – asas umum pemerintahan yang layak di Indonesia (selanjutnya disingkat AAUPL) ini belum diakui secara yuridis formal sehingga belum memiliki kekuatan hukum formal. Ketika pembahasan RUU No. 5 Tahun 1986 di DPR, fraksi ABRI mengusulkan agar asas – asas tersebut dimasukkan sebagai salah satu alasan gugatan terhadap keputusan badan/ pejabat tata usaha negara, akan tetapi usulan ini tidak diterima oleh pemerintah dengan alasan yang dikemukakan oleh Ismail Saleh, selaku Menteri Kehakiman waktu itu yang mewakili pemerintah. Meskipun belum memiliki sandaran yuridis formal, akan tetapi dalam praktek peradilan terutama pada PTUN asas – asas ini telah diterapkan, sebagaimana terlihat pada sebagian putusan PTUN.
Sebenarnya asas – asas ini dapat digunakan dalam praktek peradilan di Indonesia karena memiliki sandaran dalam pasal 14 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Pokok kehakiman: “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadili”.
Dalam pasal 27 ayat (1) UU No. 14 tahun 1970 ditegaskan: ”Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai – nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.
Dengan ketentuan pasal ini maka asas – asas ini memiliki peluang untuk digunakan dalam proses peradilan administrasi di Indonesia. Seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan politik Indonesia, asas – asas ini kemudian muncul dan dimuat dalam suatu Undang-Undang yaitu UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Dengan format yang berbeda dengan AAUPL dari negeri Belanda, dalam pasal 3 UU No. 28 tahun 1999 disebutkan beberapa asas penyelenggaran negara yaitu:
1. Asas Kepastian Hukum
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara
3. Asas Kepentingan Umum
4. Asas Keterbukaan
5. Asas Proporsionalitas
6. Asas Profesionalitas
7. Asas Akuntabilitas.
Asas – asas yang tercantum dalam UU No. 28 Tahun 1999 tersebut ditujukan untuk penyelenggara negara secara keseluruhan, sementara asas – asas dalam AAUPL pada dasarnya hanya ditujukan pada pemerintah dalam arti sempit, bukan regering atau overheid, yang mengandung arti pemerintah dalam arti luas. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan proses peradilan, asas – asas yang terdapat dalam UU No. 28 Tahun 1999 tidak memiliki konsekuensi hukum yang sama dengan AAUPL, yang secara aktual telah dijadikan sebagai salah satu penilaian oleh para hakim. Dengan kata lain, asas – asas yang terdapat dalam UU No. 28 Tahun 1999 lebih merupakan jadi etika dalam penyelenggaraan kenegaraan bukan sebagai kaidah hukum. Berkenaan dengan ketetapan (beschikking), AAUPL terbagi dalam dua bagian yaitu asas yang bersifat formal atau prosedural dan asas yang bersifat material. Asas yang bersifat formal berkenaan dengan prosedur yang harus dipenuhi dalam setiap pembuatan ketetapan, atau asas – asas yang berkaitan dengan cara – cara pengambilan keputusan seperti asas kecermatan yang menuntut pemerintah untuk mengambil keputusan dengan persiapan yang cermat, dan asas permainan yang layak. Menurut Indroharto, asas – asas yang bersifat formal yaitu asas – asas yang penting artinya dalam rangka mempersiapkan susunan dan motivasi dari suatu beschikking. Jadi menurut segi lahiriah dari beschikking itu, yang meliputi asas – asas yang berkaitan dengan proses persiapan dan proses pembentukan keputusan, dan asas – asas yang berkaitan dengan pertimbangan serta susunan keputusan. Asas-asas yang bersifat material tampak pada isi dari keputusan pemerintah. Termasuk kelompok asas yang bersifat material atau substansial ini adalah asas kepastian hukum, asas persamaan, asas larangan sewenangwenang, larangan penyalahgunaan kewenangan.
B.       ASAS KEPASTIAN HUKUM
Asas kepastian hukum mempunyai dua aspek, yang satu lebih bersifat hukum material, yang lain bersifat formal. Aspek hukum material terkait erat dengan asas kepercayaan. Dalam banyak keadaan asas kepastian hukum menghalangi badan pemerintahan untuk menarik kembali suatu keputusan atau mengubahnya untuk kerugian yang berkepentingan. Dengan kata lain, asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu keputusan pemerintah, meskipun keputusan itu salah. Jadi demi kepastian hukum, setiap keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak untuk dicabut kembali. Adapun aspek yang bersifat formal dari asas kepastian hukum membawa serta bahwa ketetapan yang memberatkan dan ketentuan yang terkait pada ketetapan-ketetapan yang menguntungkan, harus disusun dengan kata-kata yang jelas. Asas kepastian hukum memberi hak kepada yang berkepentingan untuk mengetahui dengan tepat apa yang dikehendaki dari padanya. Unsur ini memegang peran misalnya pada pemberian kuasa surat – surat perintah secara tepat dan tidak mungkin adanya berbagai tafsiran yang dituju harus dapat terlihat, kewajiban – kewajiban apa yang dibebankan kepadanya.
Kesimpulannya adalah bahwa “Asas Kepastian Hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara. Maksudnya asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu keputusan badan atau pejabat administrasi negara.
Contoh:
a)         Pungutan pajak harus berdasarkan peraturan perundang undangan, jika tidak dapat dikatakan pemerasan.
b)        Ketika membuat suatu kebijakan, harus berdasar pada peraturan perundang undangan, misalkan membelanjakan uang negara jika tidak dapat dikatakan KORUPSI.
C.      PENUTUP
Meskipun belum memiliki sandaran yuridis formal, akan tetapi dalam praktek peradilan terutama pada PTUN asas – asas ini telah diterapkan, sebagaimana terlihat pada sebagian putusan PTUN. Sebenarnya asas – asas ini dapat digunakan dalam praktek peradilan di Indonesia karena memiliki sandaran dalam pasal 14 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Pokok kehakiman: “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadili”. Dengan ketentuan pasal ini maka asas – asas ini memiliki peluang untuk digunakan dalam proses peradilan administrasi di Indonesia. Asas – asas ini kemudian muncul dan dimuat dalam suatu Undang- Undang yaitu UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), dimana menurut Pasal 3 disebutkan beberapa asas penyelenggaran negara yaitu: Asas Kepastian Hukum; Asas Tertib Penyelenggaraan Negara; Asas Kepentingan Umum; Asas Keterbukaan; Asas Proporsionalitas; Asas Profesionalitas; Asas Akuntabilitas.

Komentar

Postingan Populer